Sepak Bola Internasional – Lamine Yamal menjadi pusat perhatian publik sepak bola Eropa usai penampilan memukaunya dalam beberapa musim terakhir bersama Barcelona. Di usia yang baru menginjak 17 tahun, ia sudah dipandang sebagai sosok sentral kebangkitan klub Catalan. Bahkan, sejumlah legenda seperti Ronald de Boer tidak segan menyebut Yamal sebagai talenta yang bisa menyamai—atau bahkan melampaui—Lionel Messi jika terus berkembang secara konsisten.
Sejak debutnya di tim utama, Yamal telah mencatatkan lebih dari 100 penampilan, mengoleksi 22 gol dan 33 assist. Capaian ini tidak hanya luar biasa untuk pemain seusianya, tapi juga menjadi simbol betapa cepatnya ia beradaptasi di level tertinggi. Lebih dari sekadar statistik, gaya bermainnya yang penuh imajinasi di sisi kanan serangan mengingatkan publik pada era keemasan Barca di masa Messi, Xavi, dan Iniesta.
Baca Juga : Jules Kounde Tingkatkan Kedisiplinan demi Jadi Pilar Barcelona
Ronald de Boer menyebut bahwa menonton Yamal membuat para fan kembali merasakan “magis” yang dulu hanya bisa dilihat saat Messi menyentuh bola. “Kami kembali jatuh cinta menonton Barcelona, dan itu karena Lamine,” ujar De Boer. “Dia menghadirkan kembali sensasi yang kami pikir telah lama hilang.”
Perbandingan Lamine Yamal dengan Messi Muda
Messi melakukan debutnya bersama Barcelona pada Oktober 2004, juga di usia 17 tahun. Namun berbeda dengan Messi yang baru mulai mendapatkan kepercayaan secara bertahap, Yamal langsung menjadi andalan. Ia bermain di Liga Champions, La Liga, bahkan di tim nasional Spanyol, dan menjadi starter reguler. Dalam hal jumlah laga, gol, dan kontribusi langsung ke gawang lawan, Yamal sudah unggul dari Messi di usia yang sama.
Meski posisi mereka berbeda—Messi lebih ke tengah sebagai false nine, Yamal lebih dominan di sayap kanan—keduanya memiliki kemiripan mencolok: kaki kiri magis, kontrol bola yang lengket, dan visi permainan yang tak biasa untuk remaja.
Daya Tarik Baru Barcelona
Barcelona pasca-Messi sempat kehilangan identitas mereka. Beberapa tahun masa transisi diwarnai inkonsistensi hingga akhirnya muncul Yamal, yang kini dianggap sebagai wajah baru proyek masa depan klub. Performa briliannya di laga-laga besar, termasuk ketika menghadapi Inter Milan di semifinal Liga Champions, menjadi bukti bahwa ia bukan hanya sensasi musiman.
Dalam laga tersebut, Yamal mencetak satu gol penting dan menjadi kreator utama dalam dua serangan lain yang berujung gol. Keberaniannya mengecoh bek senior seperti Federico Dimarco, hingga kecepatannya membaca ruang dan keputusan, memperlihatkan kematangan yang jauh di atas usianya.
De Boer pun menyebut, “Dulu kami takut meninggalkan layar TV saat Barca bermain karena takut ketinggalan aksi Messi. Sekarang, kami merasa hal yang sama karena Lamine.”
Ujian Konsistensi dan Masa Depan
Meski potensinya sudah diakui secara global, perjalanan Yamal masih panjang. Konsistensi menjadi tantangan terbesar. Lionel Messi bukan hanya hebat di usia muda, tapi mampu mempertahankan level tertinggi selama hampir dua dekade dan meraih tujuh Ballon d’Or. Untuk bisa mendekati level tersebut, Yamal perlu menjaga fisiknya, mengelola tekanan mental, dan terus berkembang.
Namun, performanya di EURO 2024 bersama Spanyol dan ketajamannya di pentas Liga Champions musim ini memberi sinyal kuat bahwa Yamal bukan sekadar fenomena sesaat. Ia telah menunjukkan kedewasaan dalam permainan, visi kolektif, dan etos kerja yang membuatnya sangat menjanjikan.
Barcelona kini punya pekerjaan besar: menjaga dan membentuk Yamal agar tak hanya menjadi bintang, tapi legenda. Jika berhasil, dunia bisa menyaksikan lahirnya penerus sejati Messi dari akademi yang sama—La Masia.
Sumber : BolaNet